Sabtu, 17 Mei 2008

TOLAK PRIVATISASI

Privatisasi perusahaan-perusaha an Negara terbukti telah membuat ribuan buruh dan rakyat Indonesia tidak sejahtera. Penolakan terhadap privatisasi perusahaan BUMN pun telah dilakukan ketika Indosat berpindah tangan ke Singapura. Bahkan setelah privatisasi dilakukan, sebagian buruh yang telah bekerja puluhan tahun harus rela untuk di-PHK.

Namun pada tahun ini, Komite Privatisasi telah memberikan persetujuan terhadap rencana Kementrian BUMN untuk memprivatisasi 34 perusahaan negara pada program privatisasi 2008. Bahkan rencana privatisasi 2007 yang tertunda sebelumnya, juga akan diprivatisasi pada tahun 2008. Persetujuan terhadap Kementerian BUMN dituangkan dalam keputusan Menko Perekonomian sebagai Ketua Komite Privatisasi nomer KEP-04/.EKON/ 01/2008 pada 31 Januari 2008.

Ada beberapa perusahaan Negara yang akan diprivatisasi pada tahun ini, seperti PT Asuransi Jasa Indonesia, PT Krakatau Steel, PT Bank Tabungan Negara, PT Semen Baturaja, PT Sucofindo, PT Surveyor Indonesia, dan PT Waskita Karya. Selain itu perusahaan yang juga akan dilego oleh pemerintah adalah Bahtera Adiguna, Barata Indonesia, PT Djakarta Lloyd, PT Sarinah, PT Industri Sandang, PT Sarana Karya, PT Dok Kodja Bahari, PT Dok & Perkapalan Surabaya, PT Industri Kereta Api, PT Dirgantara Indonesia, PT Kertas Kraft Aceh, PT INTI, Virama Karya, Semen Kupang, Yodya Karya, Kawasan Industri Medan, Kawasan Industri Makasar, Kawasan Industri Wijaya Kusuma, PT SIER, PT Rekayasa Industri, dan Kawasan Berikat Nusantara. Sedangkan perusahaan Negara yang tertunda pada tahun 2007 untuk diprivatisasi dan akan dilego pada tahun ini antara lain Garuda Indonesia, Merpati Nusantara, dan Industri Gelas

Program privatisasi ini adalah merupakan agenda perjanjian antara Indonesia dengan IMF pada tahun 1998. Namun terbukti, di beberapa negara, termasuk Indonesia, “resep” yang diberikan IMF pada negara-negara yang terkena crisis tidak menyelesaikan masalahnya. Bahkan “resep” tersebut menambah kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat. Kemiskinan semakin bertambah akibat “resep” yang diberikan oleh IMF.

Berlanjutnya program Privatisasi ini menunjukan bahwa pemerintah SBY-JK masih tunduk dan patuh terhadap perintah IMF dalam melaksanakan politik ekonomi Neoliberal. Kembali rakyat Indonesia dipertontonkan bahwa pemerintah memang lebih berpihak kepada para kaum pemodal, baik asing maupun domestik. Karena jelas, program privatisasi ini hanya mengejar laba atau keuntungan bagi para pembelinya. Seperti yang diungkapkan oleh Meneg BUMN Sofyan Abdul Djalil bahwa pelepasan saham perusahaan kepada investor srategis bisa meningkatkan valuasi entitas bisnis yang bersangkutan

Namun dampak dari program privatisasi itu adalah pemecatan terhadap para pekerja atau buruh yang telah bekerja di perusahaan negara tersebut. Hal ini dilakukan demi efesiensi dan efektifitas perusahaan tersebut untuk mengejar laba. Bahkan harga produk yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusaha an tersebut tentunya juga akan naik dan tidak mungkin dijangkau oleh rakyat Indonesia. Hal ini akan sangat berbahaya bagi kedaulatan Indonesia, karena jelas investor-investor perusahaan tersebut akan semakin mencengkeram kedaulatan Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah akan diintervensi oleh kepentingan- kepentingan para investor tersebut, seperti yang terjadi saat ini.

Maka darii tu, Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) menyatakan sikap:

Menolak program privatisasi yang telah disetujui oleh pemerintah, karena program privatisasi ini hanya akan menambah angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia
Pemerintah SBY-JK telah gagal dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia karena masih mementingkan kepentingan para kaum pemodal dibandingkan rakyat Indonesia.
Menolak seluruh agenda sistem politik ekonomi Neoliberal yang dijalankan pemerintah Indonesia saat ini
Kepada seluruh gerakan rakyat di Indonesia untuk menolak agenda Neoliberalisme di Indonesia dan membentuk persatuan perlawanan gerakan rakyat multisektor

Tidak ada komentar: